Sabtu, 04 Mei 2013

Harapan Yang Tak Jadi Kenyataan


Dalam kehidupan yang singkat ini terkadang kita sering merasakan ketidakadilan, dimana sesuatu yang dianggap menguntungkan selalu didahulukan dari pada memikirkan akibat yang akan terjadi setelahnya. Padahal belum tentu sesuatu yang dianggap menguntungkan tersebut dapat bermanfaat bagi orang banyak. Seringkali keuntungan itulah yang membuat kehidupan menjadi tidak seimbang. Terlebih lagi keuntungan untuk kepentingan diri sendiri.
Sewaktu kecil saya pernah dinasehati oleh kedua orang tua tentang indahnya berbagi. Hingga saat ini kalimat tersebut masih melekat kuat dalam hati dan pikiran diri. Kalimat yang sekiranya memang terdengar biasa bagi sebagian orang, namun bagi diri saya kalimat itulah yang akan selalu menjadi semboyan hidup. “ Dengan berbagi hidup akan lebih berarti” kurang lebih kalimat itulah yang selalu memotivasi hidup ini.
Umurku 21 tahun, saya dilahirkan di daerah Bandar Lampung. Daerah yang juga dijuluki sebagai kota gajah ini juga merupakan tempat kelahiran ibuku. Saat ini saya bertempat tinggal di Bekasi bersama dengan kedua orang tua. Saya memiliki seorang adik perempuan berumur 19 tahun. Kami hanyalah 2 bersaudara. Setelah lulus dari SMA, adik saya memilih untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri di daerah Lampung, sehingga menuntut ia untuk tidak tinggal bersama ayah dan ibu.
Hobi saya ialah bermain bola dan Badminton. Sesekali saya juga menyukai berenang, yang juga merupakan olahraga kesukaan adik saya. Oleh karenanya sebelum ia pindah ke kampung halaman, setiap hari minggu kami selalu pergi berlibur bersama keluarga dengan mengunjungi gelanggang renang yang dekat dengan rumah kami. Hal ini pula yang selalu mengingatkan saya tentang adik saya, sehingga seringkali membuat saya merasa kangen dengannya.
Ada satu hal yang menarik yang pernah saya alami semasa saya bersekolah pada jenjang SMA. Pada saat itu saya sedang mengikuti pelajaran fisika. Kami belajar sebagaimana biasanya, sampai ada sesuatu yang sempat menghentikan aktifitas belajar mengajar. Di sekolah, kami dididik untuk senantiasa berdisiplin. Disiplin tentang cara berpakaian, tepat waktu, tanggung jawab terhadap pekerjaan rumah, dsb. Ibu guru telah menyadari bahwa sebagian muridnya tidak menggunakan dasi dan tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Akhirnya beliau menegaskan kepada muridnya yang tidak berpakaian lengkap serta tidak mengerjakan pekerjaan rumah untuk berlari mengitari lapangan sekolah sebagai hukuman atas ketidakdisiplinan tersebut. Saya pun ikut berlari bersama kawan – kawan yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Saya sangat malu karena kami ditertawakan oleh murid – murid kelas lain yang melihat kami sedang dihukum dilapangan. Hal inilah yang membuat saya menjadi termotivasi untuk selalu bersikap disiplin serta bertanggung jawab.
Setiap pekerjaan pastilah memiliki tanggung jawabnya masing – masing. Pekerjaan yang paling saya kagumi ialah menjadi pengemudi pesawat terbang atau yang biasa disebut sebagai pilot. Sewaktu kecil saya sempat memikirkan tentang bagaimana caranya menerbangkan suatu benda yang bobotnya sama sekali tidak ringan namun dapat melaju di udara seperti halnya burung.
Sudah pasti seorang pilot mengemban tanggung jawab yang berat terhadap keselamatan orang banyak. Oleh sebab itu untuk menjadi seorang pilot tidaklah mudah dan juga memerlukan biaya yang cukup mahal. Perlu adanya pelatihan dan pendidikan dalam waktu yang lumayan lama untuk bisa memahami instruksi – instruksi kendali mesin yang terpasang pada burung besi tersebut. Seiring berjalannya waktu entah mengapa harapan saya sewaktu kecil apabila dibandingkan dengan saat ini sudah semakin berkurang. Ingin menjadi seorang pilot bukanlah prioritas dalam hidup, namun cita – cita yang mulia tersebut akan selalu saya ingat dan tak akan pernah saya lupakan. (Pak Sastro)